Selasa, 09 Juni 2015

POLA HUBUNGAN KERJA PERAWAT DALAM PELAKSANAAN PRAKTEK PROFESIONAL


POLA HUBUNGAN KERJA PERAWAT DALAM PELAKSANAAN PRAKTEK PROFESIONAL
1)     Hubungan kerja perawat dengan pasien/klien.
Pasien atau klien adalah fokus dari asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat, sebagai salah satu komponen tenaga kesehatan. Dasar hubungan antara  perawat dan  pasien adalah hubungan yang saling menguntungkan (mutual humanity). Perawat  mempunyai hak dan kewajiban untuk melaksanakan suhan keperawatan seoptimal mungkin dengan bio, psiko, social spiritual sesuai dengan kebutuhan pasien.
Hubungan yang baik antara perawat dengan pasien/klien akan terjadi bila :
1.        Terdapat rasa saling percaya antara perawat  dengan pasien. 
2.      Perawat benar-benar memahami tentang hak-hak pasien dan harus melindungi hak tersebut, salah satunya  adalah hak untuk menjaga privasi pasien/klien.
3.      Perawat harus sensitive terhadap perubahan-perubahan yang mungkin terjadi pada pribadi pasien yang  disebabkan oleh penyakit yang dideritanya, antara lain kelemahan fisik dan ketidak berdayaan dalam menentukan sikap atau pilihan sehingga tidak dapat menggunakan hak dan kewajibannya dengan baik.
4.      Perawat harus memahami keberadaan pasien atau klien sehingga dapat bersikap sabar dan tetap memperhatikan pertimbangkan etis dan moral.
5.      Dapat bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas segala risiko yang mungkin timbul selama pasien dalam perawatannya.
6.      Perawat sedapat mungkin berusaha untuk menghindari konflik antara nilai-nilai pribadinya dengan nilai-nilai pribadi pasien/klien dengan cara membina hubungan yang baik antara pasien, keluarga, dan teman sejawat serta dokter untuk kepentingan pasiennya.
Contoh kasus
Tuan dan Nyonya Harun yang berusia 65 dan 60 tahun, pada hari Minggu pergi mengunjungi anaknya dengan mobil pribadi. Mobil tersebut dikemudikan sendiri oleh istrinya yang berusia 60 tahun. Di tengah perjalanan, mobil tersebut mengalami kecelakaan yang mengakibatkan tuan Harun meninggal dunia setelah dibawa ke Rumah Sakit, sedangkan Ny. Harun tidak sadarkan diri. Setelah 2 hari dirawat, Ny. Harun baru sadarkan diri dan bertanya kepada perawat yang bertugas tentang keberadaan suaminya.
Bila perawat berterus terang mengatakan bahwa suaminya telah meninggal, maka ia khawatir akan dampaknya terhadap kesehatan Ny. Harun karena, secara klinis keadaan fisik atau mental Ny. Harun masih sangat lemah.Bila perawat tidak mengatakan yang sebenarnya, hal ini berarti perawat tidak jujur atau berbohong.
Hal-hal seperti ini sangatlah dilematis bagi perawat. Di satu sisi perawat harus berkata jujur, disisi lain perawat dituntut untuk menjadi pembela hak-hak Ny. Harun yang masih lemah kondisi fisik maupun mentalnya. Dalam hal ini, kejujuran perawat dapat berakibat fatal bagi diri Ny.Harun.
Di sini terlihat bahwa perawat tersebut mengalami knflik nilai. Haruskah perawat tersebut mengatakan secara jujur atau apakah ia harus berbohong. Perawat harus berkata secara bijaksana bahwa kesehatan Ny. Harun lebih penting untuk dipertahankan. Perawat juga harus dapat mempertahankan pendapatnya, baik terhadap keluarga pasien, petugas lain, maupun teman sejawat.
2)    Hubungan kerja perawat dengan sejawat.
Sebagai anggota profesi keperawatan, perawat harus dapat bekerja sama dengan teman sesama perawat demi meningkatkan mutu pelayanan keperawatan terhadap pasien/klien. Perawat dalam menjalankan tugasnya, harus dapat membina hubungan baik dengan semua perawat yang ada dilingkungan kerjanya. Dalam membina hubungan tersebut, sesama perawat harus terdapat rasa saling menghargai dan tenggang rasa yang tinggi agar tidak terjebak dalam sikap saling curiga dan benci.
Tunjukkan selalu sikap memupuk rasa persaudaraan dengan silih asuh, silih asih dan silih asah.
1.        Silih asuh dimaksudkan bahwa sesama perawat dapat saling membimbing, menasihati, menghormati, dan mengingatkan bila sejawat melakukan kesalahan atau kekeliruan, sehingga terbina hubungan kerja yang serasi.
2.      Silih asih dimaksudkan bahwa setiap perawat dalam menjalankan tugasnya dapat saling menghargai satu sama lain, saling kasih-mengasihi sebagai sesama anggota profesi, saling bertenggang rasa dan bertoleransi yang tinggi sehingga tidak terpengaruh oleh hasutan yang dapat membuat sikap saling curiga dan benci.
3.      Silih asah dimaksudkan bahwa perawat yang merasa lebih pandai/tahu dalam hal ilmu pengetahuan, dapat membagi ilmu yang dimilkinya kepada rekan sesama perawat tanpa pamrih.
Contoh kasus
Florentina Nurti, Amd.Kep. seorang perawat lulusan salah satu Akademi Keperawatan, baru saja bertugas di RSUD  dr. T.C. Hillers Maumere (RS tipe C). Di Rumah Sakit tersebut, tenaganya sangat terbatas. Pada umumnya, tenaga yang ada adalah lulusan Sekolah Perawat Kesehatan (SPK). Sedangkan lulusan AKPER hanya dua orang. Kepala Bidang Keperawatan dijabat oleh lulusan SPK yang sudah 20 tahun bertugas disana. Kedatangan Nurti cukup membuat para perawat kurang menyenanginya karena Nurti sering dipanggil oleh Direktur untuk berdiskusi tentang bagaimana meningkatkan mutu asuhan keperawatan dirumah sakit tersebut. Dalam membina hubungan antar perawat yang ada, baik dengan lulusan SPK maupun lulusan AKPER, perlu adanya sikap saling menghargai dan saling toleransi shingga Nurti dapat mengadakan pendekatan yang baik kepada Kepala Bidang Keperawatan dan juga perawat-perawat lain yang ada. Begitu pula Kepala Bidang Keperawatan, yang dalam hal ini menjabat sebagai manager utama bidang keperawatan, harus dapat menunjukkan sikap yang bijaksana, walaupun terdapat kesenjangan dari segi pendidikan. Namun, pengalaman 20 tahun yang ia miliki cukup membuatnya lebih matang sebagai seorang manger.  Ia tidak perlu merasa tersaingi ataupun merasakan adanya ancaman terhadap jabatannya. Dengan demikian, hubungan yang baik dan rasa saling menghargai dan menghormati antar perawat akan dapat terbina.
3)    Hubungan kerja perawat dengan profesi lain yang terkait.

Dalam melaksanakan tugasnya, perawat tidak dapat bekerja tanpa berkolaborasi dengan profesi lain. Profesi lain tersebut adalah dokter, ahli gizi, tenaga laboratorium, tenaga rontgen dan sebagainya. Setiap tenaga profesi tersebut mempunyai tanggung jawab terhadap kesehatan pasien, hanya pendekatannya saja yang berbeda disesuaikan dengan profesinya masing-masing. Dalam menjalankan tugasnya, setiap profesi dituntut untuk mempertahankan kode etik profesi masing-masing. Kelancaran tugas masing-masing profesi tergantung dari ketaatannya dalam menjalankan dan mempertahankan kode etik profesinya. Bila setiap profesi telah dapat saling menghargai, maka hubungan kerja sama akan dapat terjalin dengan baik, walaupun pada pelaksanaannya sering juga terjadi konflik-konflik etis.

Contoh kasus

Maria Memitri, S.Kep.Ns adalah lulusan Fakultas Ilmu Keperawatan, bertugas diruang ICU Rumah Sakit tipe B. Dalam menjalankan tugasnya, Memy sangat berdisiplin dan teliti terhadap pelaksanaan asuhan keperawatan pasien. Oleh karena itulah, Memi sangat dipercaya oleh dokter jaga yang bernama dr. Irawan. Bila Memy bertugas dengan waktu yang bersamaan dengan dr. Irawan, Memy sering mendapat pesan bahwa dr. Irawan tidak dapat hadir dan diberi petunjuk atau protocol bila terjadi perubahan pada kondisi pasiennya dan Memy diwajibkan melapor melalui telepon atau ponselnya. Dalam hal ini, seharusnya Memy dan dr. Irawan mempunyai tanggung jawab yang berbeda baik dalam menjalankan tugas maupun tanggung jawab terhadap pasien. Walaupun  Memy dapat menjalankan tugasnya dengan baik, akan tetapi, terjadi konflik dalam nilai pribadinya, apakah ia perlu menjelaskan pada dr. Irawan bahwa tanggung jawab tugas mereka berbeda, dan tidak dapat dilimpahkan begitu saja padanya tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan atau apakah ia perlu melaporkan kepada pihak Rumah Sakit bahwa dr. Irawan sering tidak hadir untuk menjalankan tugasnya sebagai dokter jaga. Hal ini perlu dipertimbangkan dengan matang agar hubungan kerja perawat dan dokter tersebut dapat tetap terjalin dengan baik dan dapat berperan sesuai profesinya masing-masing.
     
4)   Hubungan kerja perawat dengan institusi tempat kerja.
Seorang perawat yang telah menyelesaikan pendidikan, baik tingkat akademi maupun tingkat sarjana, memerlukan suatu pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya baik di bidang pengetahuan, keterampilan maupun profesionalisme.
Memperoleh pekerjaan yang benar-benar sesuai dengan kemampuan standar yang telah digariskan oleh pendidikan yang telah diikutinya sangatlah sulit karena besarnya persaingan antara  jumlah tenaga yang ada dengan sedikitnya jumlah lahan tempat bekerja. Oleh karena itu, banyak yang beranggapan bahwa yang penting bekerja dulu, sedangkan masalah penempatan kerja sesuai atau tidak, akan dipikirkan kemudian. Hal ini sangat berpengaruh terhadap motivasi untuk bekerja. Bila pekerjaan yang di berikan sesuai dengan keinginan dan kemampuan, maka motivasi kerja akan meningkat, tetapi bila pekerjaan yang didapatkan tidak sesuai  keinginan dan cita-cita, maka akan terjadi penurunan motivasi kerja yang menjurus terjadinya konflik antara nilai-nilai sebagai perawat dengan kebijakan institusi tempat bekerja. Bila terjadi penumpukan konflik nilai dalam pelaksanaan pekerjaannya setiap hari, lambat laun akan terjadi :
1.        Buruknya komunikasi antara perawat sebagai pekerjaan dengan institusi selaku pemeberi kebijakan.
2.      Tumbuhnya sifat masa bodoh terhadap tugas yang merupakan tanggung jawabnya.
3.      Menurunnya kinerja.
Agar dapat terbina hubungan kerja yang baik antara perawat dengan institusi tempat kerja, perlu diperhatikan hal-hal dibawah ini.
1.        Perlu ditanamkan dalam diri perawat bahwa bekerja itu tidak sekadar mencari uang, tetapi juga perlu hati yang tulus.
2.      Bekerja juga merupakan ibadah, yang berarti bahwa hasil yang diperoleh dari pekerjaan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dan penuh rasa tanggung jawab akan dapat memenuhi kebutuhan lahir maupun batin.
3.      Tidak semua keinginan individu perawat akan pekerjaan dan tugasnya dapat terealisasi dengan baik sesuai dengan nilai-nilai yang ia miliki.
4.      Upayakan untuk memperkecil terjadinya konflik nilai dalam melaksanakan tugas keperawatan dengan menyesuaikan situasi dan kondisi  tempat bekerja.
5.      Menjalin kerjasama dengan baik dan dapat memberikan kepercayaan kepada pemberi kebijakan bahwa tugas dan tanggung jawab keperawatan selalu mengalami perubahan sesuai IPTEK.
Contoh kasus
Kasus I
Edwar seorang lulusan Akademi Keperawatan. Selama mengikuti pendidikan, Edwar selalu mendapat peringkat pertama sejak semester I-VI dan iapun lulus dengan peringkat terbaik. Edwar bercita-cita untuk meneruskan pendidikannya ke jenjang S1Keperawatan.Namun situasi keluarganya tidak mengizinkan karena ayahnya di PHK, sehingga tidak mampu membiayai pendidikannya lebih lanjut. Karena merasa nilainya selalu baik ketika di AKPER (peringkat 1), Edwar mempunyai harapan akan cepat diterima bekerja dan mendapatkan posisi kepala ruangan atau wakil kepala ruangan. Setelah melamar pekerjaan di beberapa rumah sakit, akhirnya Edwar diterima di rumah sakit tipe C di kampungnya. Edwar di tempatkan di ruangan penyakit dalam kelas III, sebagai perawat pelaksana. Atasannya bernama Randy  adalah lulusan SPK, 3 tahun yang lalu. Sejak hari pertama bekerja, Edwar sudah merasakan ketidaksenangan atasannya terhadap dirinya, walaupun  sudah berusaha menghargai Randy sebagai atasannya. Semakin hari, semakin terlihat adanya ketidakharmonisan hubungan atasan dan bawahan antara Randy dan Edwar. Randy tidak mau membimbing tentang tugas-tugas yang akan dilakukan oleh Edwar. Pada bulan-bulan pertama, Edwar masih berupaya meningkatkan disiplin dalam bekerja dengan datang dan pulang tepat pada waktunya, walaupun pegawai lain di ruangan tersebut mempunyai tingkat disiplin yang rendah. Setelah sebulan bekerja dengan situasi diatas Edwar mulai jenuh dan terjadilah konflik dalam dirinya karena apa yang menjadi harapannya selama ini tidak sesuai dengan kenyataan yang dialaminya. Pada pertengahan bulan kedua, Edwar mencoba menghadap Kepala Bidang Keperawatan untuk menjelaskan masalah yang di hadapinya di tempat kerja. Namun, apa yang disampaikannya kepada Kepala Bidang Keperawatan dianggap mengada-ada dan Edwar diminta mengikuti kebijakan Rumah Sakit untuk mematuhi aturan-aturan yang ada dan bekerja dengan baik. Edwar kembali ke ruangan tempat ia bekerja dengan kecewa karena tidak ada jalan keluar yang akan ditempuhnya. Makin hari kinerja kerja Edwar makin menurun. Cita-cita ingin mengabdikan dirinya di rumah sakit yang ada  dikampung halamannya menjadi hilang, yang ada hanyalah konflik nilai antara cita-cita dan kenyataan.
a.      Haruskah Edwar mempertahankan pekerjaannya dengan konflik yang berkepanjangan ?
b.      Apakah Edwar perlu membicarakan masalahnya kepada direktur rumah sakit ?
c.      Apakah Edwar perlu mengundurkan diri dari pekerjaannya?
Untuk menghadapi masalah diatas, Edwar harus secara jernih agar dapat mengambil keputusan yang terbaik.
Kasus II
Eman selaku perawat di Puskesmas Lekebai, pada suatu hari menerima pasien dengan batuk darah. Melihat penyakit tersebut, tentunya ia harus segera menolong dan menganjurkannya untuk dirawat di rumah sakit. Sedangkan menurut kebijakan rumah sakit, setiap pasien baru harus membayar uang muka terlebih dahulu. Sewaktu dilakukan pengkajian, ternyata pasien tersebut adalah seorang pengangguran yang sering meminta-minta dipinggir jalan dan jelas ia tidak mampu membayar pengobatan. Dalam hal ini Eman dihadapkan pada masalah :
1.        Pasien harus  segera ditolong dan tidak boleh membedakan status ekonomi.
2.      Kebijakan rumah sakit tidak boleh menerima pasien sebelum membayar uang muka terlebih dahulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar