POLA HUBUNGAN KERJA PERAWAT DALAM PELAKSANAAN PRAKTEK PROFESIONAL
1) Hubungan
kerja perawat dengan pasien/klien.
Pasien
atau klien adalah fokus dari asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat,
sebagai salah satu komponen tenaga kesehatan. Dasar hubungan antara perawat dan
pasien adalah hubungan yang saling menguntungkan (mutual humanity).
Perawat mempunyai hak dan kewajiban
untuk melaksanakan suhan keperawatan seoptimal mungkin dengan bio, psiko,
social spiritual sesuai dengan kebutuhan pasien.
Hubungan
yang baik antara perawat dengan pasien/klien akan terjadi bila :
1.
Terdapat
rasa saling percaya antara perawat
dengan pasien.
2.
Perawat
benar-benar memahami tentang hak-hak pasien dan harus melindungi hak tersebut,
salah satunya adalah hak untuk menjaga
privasi pasien/klien.
3.
Perawat
harus sensitive terhadap perubahan-perubahan yang mungkin terjadi pada pribadi
pasien yang disebabkan oleh penyakit
yang dideritanya, antara lain kelemahan fisik dan ketidak berdayaan dalam
menentukan sikap atau pilihan sehingga tidak dapat menggunakan hak dan
kewajibannya dengan baik.
4.
Perawat
harus memahami keberadaan pasien atau klien sehingga dapat bersikap sabar dan
tetap memperhatikan pertimbangkan etis dan moral.
5.
Dapat
bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas segala risiko yang mungkin timbul
selama pasien dalam perawatannya.
6.
Perawat
sedapat mungkin berusaha untuk menghindari konflik antara nilai-nilai
pribadinya dengan nilai-nilai pribadi pasien/klien dengan cara membina hubungan
yang baik antara pasien, keluarga, dan teman sejawat serta dokter untuk
kepentingan pasiennya.
Contoh kasus
Tuan
dan Nyonya Harun yang berusia 65 dan 60 tahun, pada hari Minggu pergi
mengunjungi anaknya dengan mobil pribadi. Mobil tersebut dikemudikan sendiri
oleh istrinya yang berusia 60 tahun. Di tengah perjalanan, mobil tersebut mengalami
kecelakaan yang mengakibatkan tuan Harun meninggal dunia setelah dibawa ke
Rumah Sakit, sedangkan Ny. Harun tidak sadarkan diri. Setelah 2 hari dirawat,
Ny. Harun baru sadarkan diri dan bertanya kepada perawat yang bertugas tentang
keberadaan suaminya.
Bila
perawat berterus terang mengatakan bahwa suaminya telah meninggal, maka ia
khawatir akan dampaknya terhadap kesehatan Ny. Harun karena, secara klinis
keadaan fisik atau mental Ny. Harun masih sangat lemah.Bila perawat tidak
mengatakan yang sebenarnya, hal ini berarti perawat tidak jujur atau berbohong.
Hal-hal
seperti ini sangatlah dilematis bagi perawat. Di satu sisi perawat harus
berkata jujur, disisi lain perawat dituntut untuk menjadi pembela hak-hak Ny.
Harun yang masih lemah kondisi fisik maupun mentalnya. Dalam hal ini, kejujuran
perawat dapat berakibat fatal bagi diri Ny.Harun.
Di
sini terlihat bahwa perawat tersebut mengalami knflik nilai. Haruskah perawat
tersebut mengatakan secara jujur atau apakah ia harus berbohong. Perawat harus
berkata secara bijaksana bahwa kesehatan Ny. Harun lebih penting untuk
dipertahankan. Perawat juga harus dapat mempertahankan pendapatnya, baik
terhadap keluarga pasien, petugas lain, maupun teman sejawat.
2) Hubungan
kerja perawat dengan sejawat.
Sebagai
anggota profesi keperawatan, perawat harus dapat bekerja sama dengan teman
sesama perawat demi meningkatkan mutu pelayanan keperawatan terhadap
pasien/klien. Perawat dalam menjalankan tugasnya, harus dapat membina hubungan
baik dengan semua perawat yang ada dilingkungan kerjanya. Dalam membina
hubungan tersebut, sesama perawat harus terdapat rasa saling menghargai dan
tenggang rasa yang tinggi agar tidak terjebak dalam sikap saling curiga dan
benci.
Tunjukkan
selalu sikap memupuk rasa persaudaraan dengan silih asuh, silih asih dan silih
asah.
1.
Silih
asuh dimaksudkan bahwa sesama perawat dapat saling membimbing, menasihati,
menghormati, dan mengingatkan bila sejawat melakukan kesalahan atau kekeliruan,
sehingga terbina hubungan kerja yang serasi.
2.
Silih
asih dimaksudkan bahwa setiap perawat dalam menjalankan tugasnya dapat saling
menghargai satu sama lain, saling kasih-mengasihi sebagai sesama anggota
profesi, saling bertenggang rasa dan bertoleransi yang tinggi sehingga tidak
terpengaruh oleh hasutan yang dapat membuat sikap saling curiga dan benci.
3.
Silih
asah dimaksudkan bahwa perawat yang merasa lebih pandai/tahu dalam hal ilmu
pengetahuan, dapat membagi ilmu yang dimilkinya kepada rekan sesama perawat
tanpa pamrih.
Contoh kasus
Florentina
Nurti, Amd.Kep. seorang perawat lulusan salah satu Akademi Keperawatan, baru
saja bertugas di RSUD dr. T.C. Hillers
Maumere (RS tipe C). Di Rumah Sakit tersebut, tenaganya sangat terbatas. Pada
umumnya, tenaga yang ada adalah lulusan Sekolah Perawat Kesehatan (SPK).
Sedangkan lulusan AKPER hanya dua orang. Kepala Bidang Keperawatan dijabat oleh
lulusan SPK yang sudah 20 tahun bertugas disana. Kedatangan Nurti cukup membuat
para perawat kurang menyenanginya karena Nurti sering dipanggil oleh Direktur
untuk berdiskusi tentang bagaimana meningkatkan mutu asuhan keperawatan dirumah
sakit tersebut. Dalam membina hubungan antar perawat yang ada, baik dengan
lulusan SPK maupun lulusan AKPER, perlu adanya sikap saling menghargai dan
saling toleransi shingga Nurti dapat mengadakan pendekatan yang baik kepada
Kepala Bidang Keperawatan dan juga perawat-perawat lain yang ada. Begitu pula
Kepala Bidang Keperawatan, yang dalam hal ini menjabat sebagai manager utama
bidang keperawatan, harus dapat menunjukkan sikap yang bijaksana, walaupun
terdapat kesenjangan dari segi pendidikan. Namun, pengalaman 20 tahun yang ia
miliki cukup membuatnya lebih matang sebagai seorang manger. Ia tidak perlu merasa tersaingi ataupun
merasakan adanya ancaman terhadap jabatannya. Dengan demikian, hubungan yang
baik dan rasa saling menghargai dan menghormati antar perawat akan dapat
terbina.
3) Hubungan
kerja perawat dengan profesi lain yang terkait.
Dalam
melaksanakan tugasnya, perawat tidak dapat bekerja tanpa berkolaborasi dengan
profesi lain. Profesi lain tersebut adalah dokter, ahli gizi, tenaga
laboratorium, tenaga rontgen dan sebagainya. Setiap tenaga profesi tersebut
mempunyai tanggung jawab terhadap kesehatan pasien, hanya pendekatannya saja
yang berbeda disesuaikan dengan profesinya masing-masing. Dalam menjalankan tugasnya,
setiap profesi dituntut untuk mempertahankan kode etik profesi masing-masing.
Kelancaran tugas masing-masing profesi tergantung dari ketaatannya dalam
menjalankan dan mempertahankan kode etik profesinya. Bila setiap profesi telah
dapat saling menghargai, maka hubungan kerja sama akan dapat terjalin dengan
baik, walaupun pada pelaksanaannya sering juga terjadi konflik-konflik etis.
Contoh kasus
Maria
Memitri, S.Kep.Ns adalah lulusan Fakultas Ilmu Keperawatan, bertugas diruang
ICU Rumah Sakit tipe B. Dalam menjalankan tugasnya, Memy sangat berdisiplin dan
teliti terhadap pelaksanaan asuhan keperawatan pasien. Oleh karena itulah, Memi
sangat dipercaya oleh dokter jaga yang bernama dr. Irawan. Bila Memy bertugas
dengan waktu yang bersamaan dengan dr. Irawan, Memy sering mendapat pesan bahwa
dr. Irawan tidak dapat hadir dan diberi petunjuk atau protocol bila terjadi
perubahan pada kondisi pasiennya dan Memy diwajibkan melapor melalui telepon
atau ponselnya. Dalam hal ini, seharusnya Memy dan dr. Irawan mempunyai
tanggung jawab yang berbeda baik dalam menjalankan tugas maupun tanggung jawab
terhadap pasien. Walaupun Memy dapat
menjalankan tugasnya dengan baik, akan tetapi, terjadi konflik dalam nilai
pribadinya, apakah ia perlu menjelaskan pada dr. Irawan bahwa tanggung jawab
tugas mereka berbeda, dan tidak dapat dilimpahkan begitu saja padanya tanpa
alasan yang dapat dipertanggungjawabkan atau apakah ia perlu melaporkan kepada
pihak Rumah Sakit bahwa dr. Irawan sering tidak hadir untuk menjalankan tugasnya
sebagai dokter jaga. Hal ini perlu dipertimbangkan dengan matang agar hubungan
kerja perawat dan dokter tersebut dapat tetap terjalin dengan baik dan dapat
berperan sesuai profesinya masing-masing.
4) Hubungan
kerja perawat dengan institusi tempat kerja.
Seorang
perawat yang telah menyelesaikan pendidikan, baik tingkat akademi maupun
tingkat sarjana, memerlukan suatu pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya
baik di bidang pengetahuan, keterampilan maupun profesionalisme.
Memperoleh
pekerjaan yang benar-benar sesuai dengan kemampuan standar yang telah
digariskan oleh pendidikan yang telah diikutinya sangatlah sulit karena
besarnya persaingan antara jumlah tenaga
yang ada dengan sedikitnya jumlah lahan tempat bekerja. Oleh karena itu, banyak
yang beranggapan bahwa yang penting bekerja dulu, sedangkan masalah penempatan
kerja sesuai atau tidak, akan dipikirkan kemudian. Hal ini sangat berpengaruh
terhadap motivasi untuk bekerja. Bila pekerjaan yang di berikan sesuai dengan
keinginan dan kemampuan, maka motivasi kerja akan meningkat, tetapi bila
pekerjaan yang didapatkan tidak sesuai
keinginan dan cita-cita, maka akan terjadi penurunan motivasi kerja yang
menjurus terjadinya konflik antara nilai-nilai sebagai perawat dengan kebijakan
institusi tempat bekerja. Bila terjadi penumpukan konflik nilai dalam
pelaksanaan pekerjaannya setiap hari, lambat laun akan terjadi :
1.
Buruknya
komunikasi antara perawat sebagai pekerjaan dengan institusi selaku pemeberi
kebijakan.
2.
Tumbuhnya
sifat masa bodoh terhadap tugas yang merupakan tanggung jawabnya.
3.
Menurunnya
kinerja.
Agar
dapat terbina hubungan kerja yang baik antara perawat dengan institusi tempat
kerja, perlu diperhatikan hal-hal dibawah ini.
1.
Perlu
ditanamkan dalam diri perawat bahwa bekerja itu tidak sekadar mencari uang,
tetapi juga perlu hati yang tulus.
2.
Bekerja
juga merupakan ibadah, yang berarti bahwa hasil yang diperoleh dari pekerjaan
yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dan penuh rasa tanggung jawab akan dapat
memenuhi kebutuhan lahir maupun batin.
3.
Tidak
semua keinginan individu perawat akan pekerjaan dan tugasnya dapat terealisasi
dengan baik sesuai dengan nilai-nilai yang ia miliki.
4.
Upayakan
untuk memperkecil terjadinya konflik nilai dalam melaksanakan tugas keperawatan
dengan menyesuaikan situasi dan kondisi tempat bekerja.
5.
Menjalin
kerjasama dengan baik dan dapat memberikan kepercayaan kepada pemberi kebijakan
bahwa tugas dan tanggung jawab keperawatan selalu mengalami perubahan sesuai
IPTEK.
Contoh kasus
Kasus I
Edwar
seorang lulusan Akademi Keperawatan. Selama mengikuti pendidikan, Edwar selalu
mendapat peringkat pertama sejak semester I-VI dan iapun lulus dengan peringkat
terbaik. Edwar bercita-cita untuk meneruskan pendidikannya ke jenjang
S1Keperawatan.Namun situasi keluarganya tidak mengizinkan karena ayahnya di
PHK, sehingga tidak mampu membiayai pendidikannya lebih lanjut. Karena merasa
nilainya selalu baik ketika di AKPER (peringkat 1), Edwar mempunyai harapan
akan cepat diterima bekerja dan mendapatkan posisi kepala ruangan atau wakil
kepala ruangan. Setelah melamar pekerjaan di beberapa rumah sakit, akhirnya
Edwar diterima di rumah sakit tipe C di kampungnya. Edwar di tempatkan di
ruangan penyakit dalam kelas III, sebagai perawat pelaksana. Atasannya bernama
Randy adalah lulusan SPK, 3 tahun yang
lalu. Sejak hari pertama bekerja, Edwar sudah merasakan ketidaksenangan
atasannya terhadap dirinya, walaupun
sudah berusaha menghargai Randy sebagai atasannya. Semakin hari, semakin
terlihat adanya ketidakharmonisan hubungan atasan dan bawahan antara Randy dan
Edwar. Randy tidak mau membimbing tentang tugas-tugas yang akan dilakukan oleh
Edwar. Pada bulan-bulan pertama, Edwar masih berupaya meningkatkan disiplin
dalam bekerja dengan datang dan pulang tepat pada waktunya, walaupun pegawai
lain di ruangan tersebut mempunyai tingkat disiplin yang rendah. Setelah
sebulan bekerja dengan situasi diatas Edwar mulai jenuh dan terjadilah konflik
dalam dirinya karena apa yang menjadi harapannya selama ini tidak sesuai dengan
kenyataan yang dialaminya. Pada pertengahan bulan kedua, Edwar mencoba
menghadap Kepala Bidang Keperawatan untuk menjelaskan masalah yang di hadapinya
di tempat kerja. Namun, apa yang disampaikannya kepada Kepala Bidang
Keperawatan dianggap mengada-ada dan Edwar diminta mengikuti kebijakan Rumah Sakit
untuk mematuhi aturan-aturan yang ada dan bekerja dengan baik. Edwar kembali ke
ruangan tempat ia bekerja dengan kecewa karena tidak ada jalan keluar yang akan
ditempuhnya. Makin hari kinerja kerja Edwar makin menurun. Cita-cita ingin
mengabdikan dirinya di rumah sakit yang ada
dikampung halamannya menjadi hilang, yang ada hanyalah konflik nilai
antara cita-cita dan kenyataan.
a.
Haruskah
Edwar mempertahankan pekerjaannya dengan konflik yang berkepanjangan ?
b.
Apakah
Edwar perlu membicarakan masalahnya kepada direktur rumah sakit ?
c.
Apakah
Edwar perlu mengundurkan diri dari pekerjaannya?
Untuk
menghadapi masalah diatas, Edwar harus secara jernih agar dapat mengambil
keputusan yang terbaik.
Kasus II
Eman
selaku perawat di Puskesmas Lekebai, pada suatu hari menerima pasien dengan
batuk darah. Melihat penyakit tersebut, tentunya ia harus segera menolong dan
menganjurkannya untuk dirawat di rumah sakit. Sedangkan menurut kebijakan rumah
sakit, setiap pasien baru harus membayar uang muka terlebih dahulu. Sewaktu dilakukan
pengkajian, ternyata pasien tersebut adalah seorang pengangguran yang sering
meminta-minta dipinggir jalan dan jelas ia tidak mampu membayar pengobatan.
Dalam hal ini Eman dihadapkan pada masalah :
1.
Pasien
harus segera ditolong dan tidak boleh
membedakan status ekonomi.
2.
Kebijakan
rumah sakit tidak boleh menerima pasien sebelum membayar uang muka terlebih
dahulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar